Sabtu, 07 Januari 2012

Sinonim dan Antonim

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan itu mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kkebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonim), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya. Dalam makalah ini akan dibicarakan mengenai Sinonim dan Antonim serta berbagai ragamnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    SINONIM
  Secara etimologi kata sinonimi atau disingkat sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’ (Chaer, 1994 :82). Sementara menurut H.G Tarigan (1993:78) kata sinonim terdiri dari sin (“sama” atau “serupa”) dan akar kata onim ”nama” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum. Dengan perkataan lain : sinonim adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai kata. Atau secara singkat : sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi. Contoh-contoh sinonim adalah sudah-telah, sebab-karena, meskipun-walaupun, jikalau-apabila, cinta-kasih, mati-meninggal.
  Perlu diperhatikan bahwa pengertian kesamaan makna yang digunakan dalam membicarakan sinonim tidak mesti sama secara utuh. Kadang-kadang sebuah kata kata dapat cocok dalam kalimat tertentu, tetapi sinonim kata itu akan membuat kalimat itu tidak enak didengar. Misalnya, kata makan cocok digunakan dalam kalimat Para pekerja bangunan sedang makan nasi ransum kiriman majikannya. Akan tetapi bersantap  yang merupakan sinonim kata itu terasa kurang pas.
Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka kata kembang bersinonim dengan kata bunga. Begitu juga kalau kata buruk bersininom dengan kata jelek.
Istilah sinonim dipakai karena pertindihan pada kata-kata yang bersinonim itu cukup sehingga menyebabkan kemiripan fungsi kata-kata yang bersinonim itu. Kata jejaka dan kata duda dalam bahasa Indonesia memiliki banyak kemiripan mengenai cirri-cirinya kecuali dalam status perkawinan. Pertindihan yang tidak luas itu tidak masuk dalam sinonim karena adanya perbedaan yang mendasar pada kata-kata itu. Memang kedua kata itu memiliki persamaan bahwa yang dimaksud ialah seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi persamaan itu tidak pernah dihiraukan orang, justru perbedaanya yang menjadi pusat perhatian yakni perbedaan status perkawinannya.
Kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris memang tidak ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kata-kata yang dapat dipertukarkan begitu saja jarang ada.
Ketidakmungkinan kita menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim disebabkan oleh beberapa hal:
1.      Faktor waktu. Misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.
2.      Faktor tempat atau daerah. Misalnya kata saya dan beta.
3.      Faktor sosial. Misalnya kata aku dan saya.
4.      Faktor bidang kegiatan. Misalnya kata tasawuf, kebatinan, dan mistik adalah tiga buah kata yang bersinonim.
5.      Faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot, meninjau, dan mengintip, semuanya bersinonim.
  Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995:208) ada dua syarat suatu dikatakan sinonim, yaitu memiliki kemiripan hampir menyeluruh dan sesuatu yang ada diluar kemiripan itu tidak dianggap penting dan tidak banyak berpengaruh.
 
Pembagian sinonim dengan mengikuti Palmer dalam T.Fatimah Djajasudarma (1999:40) sebagai berikut :
a.       Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa daerah atau bahasa asing dan  yang lainnya, yang terdapat didalam bahasa umum. Misalnya, konde dan sanggul, domisili dan kediaman, khawatir dan gelisah.
b.      Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada langgam dan laras bahasa. Misalnya,  dara, gadis,  dan  cewek; mati, meninggal,  dan wafat. Pemakaian kosakata langgam dan laras bahasa yang berbeda akan menghasilkan kalimat yang tidak apik (ill-formed). Misalnya, “Cewek yang tinggal di rumah besar itu kemarin wafat”.
c.       Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna kognitifnya sama. Misalnya, negarawan dan politikus; ningrat dan feodal.
d.      Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu (keterbatasan kolokasi). Misalnya,  telur busuk, nasi basi, mentega tengik, susu asam, baju apek, busuk, basi, tengik, asam dan apek memiliki makna yang sama, yakni buruk, tetapi tidak dapat saling menggantikan karena dibatasi persandingan yang dilazimkan.
e.       Perangkat sinonim yang maknanya kadang-kadang tumpang-tindih. Misalnya,  bumbu  dan  rempah-rempah;  bimbang, cemas, dan sangsi; nyata dan kongkret.

B.     ANTONIM

Kata antonim terdiri dari “anti” atau “ant” yang berarti lawan ditambah akar kata “onim” atau “onuma” yang berarti nama; yaitu kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata yang lain.
Contoh:
Kuat             ><        Lemah
Jauh              ><        Dekat
Pintar            ><        Bodoh
Muka            ><        Belakang
Kaya             ><        Miskin
1.      Antonim dan Pengembangan Kosakata
Telaah antonim merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan perbendaharaan serta keterampilan kosakata. Pada dasarnya murid-murid sekolah dasar kelas satu dan kelas dua telah memahami konsep lawan kata, seperti:
Atas              ><        Bawah
Besar            ><        Kecil
Panas            ><        Dingin
Terang          ><        Gelap
Kiri               ><        Kanan
Antonim dapat pula di urutkan dari yang mudah (seperti yang tertera di atas) menuju yang lebih sulit, seperti:
Moral            ><        a moral
Internal         ><        Eksternal
Subjektif      ><        Objektif
Pre-tes          ><        Pos-tes
Ekspor          ><        Impor
Seperti juga halnya bahwa tidak ada dua sinonim yang sama benar-benar maknanya, maka sedikit sekali antonim yang benar-benar merupakan lawan dari kata-kata lain. Tetapi seperti juga halnya kita dapat mengelompokkan sinonim dengan tepat berdasarkan makna umumnya, maka kita pun dapat pula mengklasifikasikan istilah-istilah tertentu sebagai lawan atau  hampir berlawanan dengan makna. Dengan demikian maka kata pria harus diajarkan serentak dengan kata wanita, begitu pula halnya:
Ayah            dengan              Ibu
Paman          dengan             Bibi
Kakek          dengan            Nenek
Suami           dengan            Istri
Cowok         dengan            Cewek
Pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih sulit kita pun dapat mengajarkan:
Optimis        dengan                        Pesimis
Alfa              dengan                        Omega
Induksi         dengan                        Deduksi
Objek           dengan                        Subjek
Monogami    dengan                        Poligami
Menelaah antonim dapat merupakan suatu bagian dari analisis kata.
a.       Antonim yang terbentuk dari prefiks:
Progresif          −          regresif
Pretes              −          Postes
Moral               −          amoral
Induktif           −          deduktif
Prefiks             −          sufiks (< sub + fix)
b.      Sufiks yang menyatakan perbedaan atau pertentangan jenis kelamin:
1)      Wartawan              −          wartawati
Sastrawan              −          sastrawati
Seniman                −          seniwati
Olahragawan         −          olahragawati
Pragawan              −          pragawati
2)      Pemuda     −          pemudi
Putra          −          putrid
Siswa         −          siswi
Mahasiswa            −          mahasiswi
Muda         −          mudi
3)      Syarif        −          Syarifah
Aziz           −          Azizah
Paul           −          Paula
Agus          −          Agustina
Kartono     −          Kartini
Mempergunakan antonim-antonim sebagai bagian dari analisis kata, jelas melibatkan penggunaan pergantian dan peninjauan secara kontinyu, menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, mengadakan asosiasi-asosiasi, membangun serta membentuk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama. Dalam salah satu latihan dalam bidang sastra, misalnya, para siswa dapat mencatat perbedaan antara:
Fiksi          dengan                        Fakta
Denotasi    dengan                        Konotasi
Prosa         dengan                        Puisi
Tragedi      dengan                        Komedi
Prolog        dengan                        Epilog
Antonim dapat pula ditelaah sebagai adjektif atau kata keadaan; misalnya:
Kuat          −          Lemah
Pandai       −          Bodoh
Tebal         −          Tipis
Gemuk      −          Kurus
Cantik       −          Jelek
Dari pembicaraan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kosakata para siswa, maka sepantasnyalah sang guru membuat latihan-latihan yang teratur dan terpimpin mengenai konsep-konsep yang sama dan yang tidak sama. Para guru dapat memanfaatkan penggunaan sinonim dan antonim sebagai suatu metode telaah kosakata dengan menyajikan kepada para siswa contoh-contoh yang cukup banyak dan beraneka ragam. Dengan metode tersebut dapatlah diharapkan kosakata para siswa bertambah kaya baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Sebelum sampai dapat mengenal antonim dalam konteks, maka  terlebih dahulu kita mengenal secara khusus “ragam antonim”
2.      Ragam Antonim
Fromkin & Rodman (1983: 193) serta Heatherington (1980: 139-140) membedakan antonim menjadi lima macam yaitu antonim komplementer, antonim perbandingan (gradable), antonim relasional, antonim resiprokal, dan hiponim.
a.       Antonim Komplementer
Diantara antonim-antonim yang ada terdapat antonim yang berkomplementer, yaitu pasangan yang saling melengkapi. Yang satu tidaklah lengkap atau tidak sempurna bila tidak dibarengi oleh yang satu lagi.
Sebagai contoh, kata hidup berantonim dengan kata mati. Pasangan antonim hidup-mati terasa saling melengkapi satu sama lain. Maka kata hidup terasa lebih mantap bila dipertentangkan dengan kata mati. Agak aneh juga bahwa dengan pertentangan atau perlawanan antara kedua kata tersebut justru terjelma kelengkapan satu sama lain. Dalam kata-kata sehari-hari kita mengungkapkan betapa tidak terbayangkan mati itu tanpa hidup, dan sebaliknya.
Contoh:
Hidup              =          tidak mati
Mati                 =          tidak hidup
Begitu juga halnya:
Jahat                =          tidak baik
Miskin             =          tidak kaya
Siang               =          bukan malam
Muka               =          bukan belakang
Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa:
Hidup              ><        mati
Jahat                ><        baik
Miskin             ><        kaya
Siang               ><        malam
Muka               ><        belakang
b.      Antonim Gradable (perbandingan)
Suatu antonim dapat disebut sebagai antonim gradable apabila penegatifan suatu kata tidaklah bersinonim dengan kata yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak senang tidak perlu atau belum tentu sedih. Atau dengan singkat dapat dirumuskan:
Tidak senang ≠ sedih
Begitu pula:
Tidak sedih ≠ senang
Namun demikian, satu hal yang perlu diperhatikan dan juga dianggap benar mengenai antonim-antonim yang merupakan pasangan gradable ini ialah bahwa kelebihan sesuatu adalah merupakan kekurangan yang lainnya. Contohnya:
Lebih besar                 adalah              kurang kecil
Lebih tinggi                 adalah              kurang rendah
Lebih luas                    adalah              kurang sempit
Lebih pandai               adalah              kurang bodoh
Lebuh mahal               adalah              kurang murah
Ciri lain pasangan antonim gradable ialah bahwa berciri atau bertanda dan yang satu lagi tidak berciri atau tidak bertanda. Anggota pasangan yang tidak berciri atau bertanda itu biasanya dipakai dalam petrtanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan kadar atau tingkat.
Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita biasanya bertanya:
Berapa tingginya?        Bukan              barapa rendahnya?
Berapa jauh?               Bukan              berapa dekatnya?
Atas pertanyaan diatas kita bisa menjawab:
Tingginya lima meter.
Jauhnya sepuluh kilometer.
Dan tidak pernah:
Rendahnya lima meter.
Dekatnya sepuluh kilometer.
Kecuali kalau kita hendak main-main saja.
Kata tinggi dan jauh merupakan anggota-anggota tidak berciri dari jajaran:
Tinggi  −         rendah
Jauh    −         dekat
Perlu kita perhatikan benar-benar bahwa makna kata-kata keadaan tersebut dan juga yang sejenis dengan itu bersifat relasional. Kata-kata itu sendiri tidaklah memberikan atau menyatakan suatu informasi mengenai ukuran yang pasti karena pengetahuan kita mengenai bahasa, dan juga mengenai benda-benda atau hal-hal di dunia, maka hal-hal ini pada hakikatnya tidaklah menimbulkan kebingungan atau keragu-raguan.
c.       Antonim Relasional
Antonim yang memperlihatkan kesimetrisan dalam makna anggota pasangannya disebut antonim relasional, karena antara anggota pasangan antonim itu terdapat hubungan yang sangat erat. Contoh:
Guru                −          murid
atau
pengajar           −          pelajar
disebut antonim relasional
Dalam bahasa inggris, pasangan kata-kata yang bersufiks –er dan –ee biasanya merupakan pasangan relasional. Contoh:
Employer                     −          employee
‘Majikan’                     −          ‘pegawai; pekerja’
Berdasarkan kenyataan sufiks –er dan –ee yang terdapat dalam bahasa inggris itu, agaknya dapat kita buat analogi bahwa dalam bahasa Indonesia pun, pasangan kata-kata yang berprefiks:
peN- dengan   pe-
ataupun:
pen-  dengan   ter-
dapat kita anggap sebagai antonim relasional.
Contoh :
Penuduh       −          tertuduh
Penatar         −          petetar
Pendakwa    −          terdakwa
Penyuruh      −          pesuruh
Penindak      −          tertindak
d.      Antonim Resiprokal
Ada pula sejenis antonim yang mengandung pasangan yang berlawanan atau bertentangan dalam makna tetapi juga secara fungsional berhubungan erat; hubungan itu justru hubungan timbal balik. Antonim seperti ini disebut antonim resiprokal. Contoh yang jelas adalah pasangan kata: membeli-menjual. Kedua kata ini berlawanan maknanya tetapi secara fungsional berhubungan erat sacara timbal balik.
Saya menjual kepada kamu,
dan
kamu membeli dari saya.
e.       Hiponim
Antonim yang sering dipakai dan memang penting dalam nomenklatur (tatanama) ilmiah, dan dalam analisis semantik, disebut hiponim.
Dalam hiponim ini, sebenarnya salah satu dari pasangan kata itu tidaklah berlawanan atau bertentangan sepenuhnya dengan yang satu lagi, tetapi justru yang satu mencakup yang lain.
Contoh:
Vertabrata       mencakup ikan, reptile (binatang melata), dan mamalia
Gedung           mencakup pencakar langit,rumah besar, rumah, dll
Universitas      mencakup fakultas, departemen, jurusan, dll
Fonem             mencakup vokal, konsonan, diftong, dll
Sastra              mencakup puisi, prosa, drama.
Perlu kita sadari benar bahwa pembagian ragam antonim atas pasangan-pasangan komplementar, gradable, relasional, resiprokal, dan hiponim itu tidaklah bersifat mutlak, artinya lebih bersifat relatif. Suatu pasangan antonim tidak harus hanya termasuk  pada satu jenis antonim tertentu saja, tetapi mungkin saja dimasukan kedalam dua atau lebih ragam antonim.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
1.      Sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi
2.      Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia mempunyai sinonim.
3.      Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah.
4.      Ketidakmungkinan menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim disebabkan oleh faktor waktu, tempat, sosial, bidang kegiatan, nuansa makna.
5.       Antonim yaitu kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata yang lain.
6.      Telaah antonim merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan perbendaharaan serta keterampilan kosakata.
7.      Ragam antonim:
a.       Antonim Komplementer
b.      Antonim Gradable (perbandingan)
c.       Antonim Relasional
d.      Antonim Resiprokal
e.       Hiponim

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
http://ivanlanin.wordpress.com/sinonim-dan-antonim (diakses pada 7/12/11).

1 komentar: